Rss Feed
  1. Best RivalBest Rival by Naima Knisa
    My rating: 5 of 5 stars

    Judul: Best Rival
    Penulis: Naima Knisa
    Penerbit: Gagas Media
    Halaman: 252 halaman
    Terbitan: Agustus 2014

    Blurb

    Ini adalah kisah tentang teman jadi lawan. Bisa jadi, kamu juga mengalaminya.

    Atas semua yang kamu miliki, ia tidak bahagia. Atas semua yang kamu lakukan, ia tidak peduli. Padahal, dulu, kalian pernah berjanji untuk berjalan bersisian, menuju impian yang sama.

    Ya, Estu, ini kisah kau dan aku. Aku yang bukan “siapa-siapa” menjadi titik lemahku bagimu. Begitukah?

    Maaf, aku tidak selemah itu. Aku belajar banyak dari kecuranganmu selama ini. Belajar untuk bisa menjadi lebih daripada dirimu.

    Tenang saja, waktu akan menjawab “siapa aku, siapa kamu”. Juga tentang siapa teman, siapa lawan.

    Sinopsis

    "Best Rival" bercerita tentang Kuncoro, seorang chef kepala di Rumah Makan "Omah Jawa", sebuah rumah makan yang dia kelola bersama Gendis, kekasihnya.

    "Omah Jawa" yang awalnya berjalan dengan baik perlahan-lahan mengalami masalah. Pelanggan mereka mulai menghilang satu per satu. Kuncoro kemudian tahu kalau ada restoran baru yang menarik pelanggannya ke sana. Hal ini mengakibatkan pendapatan "Omah Jawa" semakin menurun dan mengkhawatirkan bagi Kuncoro.

    Setelah menyelidiki, Kuncoro akhirnya tahu bahwa pengelola restoran baru itu adalah Estu, mantan sahabatnya yang kini dia benci karena dia anggap telah merebut cita-citanya. Dengan memanfaatkan Gendis, Kuncoro berusaha mencari tahu rahasia masakan Estu.

    Review

    Buku ke-2 dari serial "Seven Sins" yang kubaca. Buku kedua juga yang menerima 5 bintang, setelah sebelumnya "Beautiful Liar" (review di sini) saya beri nilai yang sama.

    Berbeda dengan "Beautiful Liar" yang lebih "ceria", "Best Rival" terasa lebih gelap dan dewasa. Wajar lah ya, secara di "Beautiful Liar" tokohnya masih remaja, sementara di sini sudah berada pada usia kerja.

    Buat saya, Naima Knisa berhasil menggambarkan envy yang menjadi tema utama novel ini (bukan lust seperti yang tertera di kover belakang) dengan sangat baik. Semua tindakan Kuncoro bisa saya rasakan berasal dari rasa iri hati itu. Bahkan saya bisa paham sewaktu dia yakin bahwa Estu memakai kekuatan magis untuk menyukseskan restoran yang Estu kelola. Yah, namanya juga iri hati. Apa saja yang bisa jadi justifikasi kenapa dia-lebih-baik-dari-aku pasti akan diterima.

    Mendekati akhir cerita, saya agak khawatir. Soalnya terlihat mengarah pada akhir yang kurang saya suka untuk novel ini, tapi penulisnya sekali lagi berhasil membalikkan kecemasan saya. Suka banget sama epilognya. Sangat cocok dengan keseluruhan nuansa novel ini.

    Untuk teknis penulisan, typo-nya lumayan banyak kali ini. Yang kucatat:
    - kurang kutip pembuka di hal. 118
    - Nayi Gandarasa di hal. 118. Harusnya Nyai
    - ditata-pnya di hal. 198. Harusnya ditatap-nya (terpotong margin)
    - dimalam di hal. 207. Harusnya di malam.

    Terus saya juga kurang suka dengan beberapa bagian yang terulang di novel. Seperti pembicaraan antara Gendis dan Estu yang terulang sampai 2 kali dan proog yang terulang lagi di tengah cerita. Tambahan: saya juga kurang suka dengan banyaknya tanda seru yang dipakai di novel ini. Rasanya semua orang terlalu sibuk berteriak-teriak.

    Secara keseluruhan, novel yang seru buat diikuti. Novel ini berhasil menonjolkan budaya dan makanan Solo dengan gemilang. Saya selesai baca dalam sekali duduk. Bahkan sampai begadang untuk menuntaskan "Best Rival" ini. Semoga ke depannya penulis mampu menghasilkan novel yang sebaik atau bahkan lebih baik dari ini.

    Buku ini untuk tantangan baca:
    - 2014 New Authors Reading Challenge


    View all my reviews

  2. 0 comments :

    Post a Comment