My rating: 3 of 5 stars
Judul: Sang Juara
Penulis: Al Kadri Johan
Penerbit: Penerbit Republika
Halaman: 204 halaman
Terbitan: September 2016
Sang Juara berkisah tentang Ayung, anak dari keluarga kurang mampu, namum mempunyai tekad kuat untuk mengubah hidup. Kepergian Bapak untuk selama-lamanya memupuskan harapannya untuk melanjutkan sekolah. Ia nyaris tak punya masa depan.
Akan tetapi, Ayung memiliki sebuah mimpi besar. Ia bercita-cita ingin menjadi pemain bulu tangkis profesional. Baginya, bulu tangkis bukan sekadar permainan, melainkan harapan hidup.
Ayung adalah talenta terbaik masa depan.
Mampukah ia meraih cita-citanya menjadi Sang Juara?
Review
"Sang Juara" bercerita tentang Ayung, seorang anak yang terpaksa putus sekolah karena ibunya, yang kini menjanda, butuh Ayung untuk berjualan kue demi membantu biaya hidup keluarga mereka (yang terdiri atas Ayung, ibunya, dan adiknya).
Ayung sendiri memiliki bakat yang besar di bidang bulu tangkis. Om Johan, seorang mantan pebulu tangkis nasional, ingin menjadikan Ayung seorang atlet, tapi ibunya tidak setuju. Bukan hanya karena dia membutuhkan Ayung untuk berjualan, ibu Ayung juga masih memiliki 'dendam' tersendiri pada olahraga satu itu.
Membaca buku ini membuat saya memikirkan film anak-anak. Plot, penokohan, sampai alurnya mengeluarkan hawa film anak-anak yang begitu kuat. Saat saya membaca biodata penulisnya, saya langsung paham kenapa hal ini terjadi. Penulisnya ternyata memang sudah lama berkecimpung di dunia penulisan skenario. Al Kadri Johan sejak 1980-an adalah Tenaga Ahli Penulisan Cerita Anak-anak Pusat Produksi Film Negara.
Ceritanya lumayan bagus, walau juga terasa biasa saja. *lah, maksudnya apaan?
Gini, ceritanya itu bagus. Cocok buat pembaca dewasa dan anak-anak. Banyak nilai moralnya dan juga mengajarkan nilai empati dan perjuangan. Di sisi lain, ceritanya gampang ditebak. Tokoh-tokohnya sering saya temukan dalam cerita serupa (baik di film, novel, maupun komik). Alur ceritanya juga sudah sering saya lihat. Jadi, pembaca dewasa mungkin akan merasa kalau ceritanya ini familier.
"Bung, Ayung saya butuhkan untuk mencari nafkah. Hanya dia yang bantu saya dan itu juga sebabnya ia berhenti sekolah. Tapi sekarang, dia jadi tak peduli lagi kue laku atau tidak. Ini semua gara-gara bulu tangkis. Gara-gara Bung!" (hal. 129)
Kalau buat saya, buku ini terasa kurang up-to-date. Contohnya gini, si Ayung ini tidak bersekolah dengan alasan biaya dan karena tenaga Ayung diperlukan untuk berjualan. Buat saya ini sudah kurang pas mengingat latar tempatnya adalah Jakarta. Kalau dari hasil menjelajah internet, saya lihat di Jakarta sudah ada pendidikan gratis untuk sekolah negerinya. Belum lagi ada berbagai bantuan dari pemerintah untuk orang kurang mampu. Jadi, seharusnya si Ayung ini tidak ada masalah untuk bersekolah lagi. Apalagi ibunya Ayung bukan tipe yang berpikir 'sekolah cuma buang-buang uang'. Buktinya, adik Ayung masih bersekolah. Kalau soal jualan, kan bisa coba sistem titip. Ayung juga masih bisa jualan di sekolahnya. Siapa tahu ada yang masukin kuenya Ayung di media sosial dan meledak di pasaran #eaa.
Oke, mungkin ini terkesan menggampangkan persoalan hidup keluarga Ayung, tapi jujur soal ini juga kurang dibahas dalam bukunya, jadi saya juga lebih banyak membuat asumsi untuk mengisi kekosongan.
Intinya, plot drama yang dipakai sedikit kuno. Apalagi si penulis tidak menegaskan latar waktunya. Ini membuat saya langsung mengasumsikan kalau ceritanya terjadi di masa sekarang, di tahun 2016.
Secara keseluruhan, 'Sang Juara' ini adalah sebuah novel yang cocok untuk bacaan anak. Membaca novel ini membuat kita membayangkan sebuah film anak-anak.
"[...]. Kamu anak yang baik. Dan anak baik selalu dimudahkan jalannya oleh Allah. Tapi, kalau gagal pun jangan pernah berburuk sangka pada-Nya. Selalu ada hikmah di balik setiap kejadian. Ingat itu, Nak! Sekarang, pergilah!" (hal. 169)
View all my reviews
0 comments :
Post a Comment