My rating: 3 of 5 stars
Judul: Hiroshima: Ketika Bom Dijatuhkan
Penulis: John Hersey
Penerbit: Komunitas Bambu
Halaman: 165 halaman
Terbitan: Agustus 2008
"Lihat, Tuan B melintas," seru Toshio Nakamura, bocah lelaki berusia 10 tahun.
"Belum cukupkah kamu merasakan Tuan B?" balas salah seorang kerabat kepada bocah itu.
Tuan B, pesawat B-29, adalah momok mengerikan bagi rakyat Jepang selama Perang Dunia II. Pesawat ini membawa bom atom yang meluluhlantakkan Hiroshima dan mengubah sejarah untuk selamanya.
Ditulis oleh pemenang Pulitzer Prize, John Hersey, karya ini adalah sebuah masterpiece jurnalisme sastra dan terpilih sebagai naskah terbaik jurnalisme Amerika pada abad ke-20 oleh panel wartawan dan akademisi Universitas Columbia.
Ini adalah cerita yang akan mengusik sisi kemanusiaan setiap orang. Ini adalah tentang pilihan dan kerasnya hidup di masa perang.
Review
Kalau katanya Sapardi Djoko Damono di buku "Bilang Begini Maksudnya Begitu" (review):
Dan sebenarnya memang tidak ada perbedaan yang hakiki antara fakta dan fiksi - kalau sudah dialihkan menjadi tulisan, fakta akan segera berubah menjadi fiksi. Semua berita di koran itu fiksi adanya: suatu peristiwa yang ditulis menjadi sebuah berita selalu dilihat dari sudut pandang tertentu oleh yang melaporkannya dan ketika menuliskannya ia sedikit banyak menyertakan pandangan atau pikirannya atau perasaannya tentang peristiwa tersebut. Dengan demikian pada hakikatnya berita yang dikatakan fakta itu telah berubah menjadi fiksi. (hal. 6)
Di sini konteksnya Pak Sapardi sedang membahas sebuah 'mitos' yang mengatakan bahwa berita itu 'nyata' dan fiksi hanya 'angan-angan'.
Ini jugalah yang dieksplorasi oleh John Hersey dalam hasil wawancaranya dengan para penyitas bom Hiroshima, sebuah peristiwa besar yang juga memengaruhi sejarah kemerdekaan Indonesia.
Dalam "Hiroshima", Hersey menceritakan ulang apa yang dialami oleh enam orang yang berada di Hiroshima pada 6 Agustus 1945. Berbagai orang dari berbagai latar belakang (dokter, juru tulis, pendeta, hingga ibu rumah tangga) memberikan sudut pandangnya pada hari nahas itu. Sudut pandang itu diolah sedemikian rupa sehingga "Hiroshima" ini justru terlihat lebih mirip novel daripada reportase.
Tapi, karena ini pada dasarnya adalah laporan hasil wawancara, tentu saja ada beberapa hal yang membuatnya terbatas jika dibandingkan dengan novel pada umumnya. "Hiroshima" ini terikat pada apa yang dilaporkan oleh para saksi matanya. Tidak ada momen yang didramatisasi (walau seluruh kisahnya sendiri memang sudah dramatis). Dari segi emosi juga hanya bisa ditampilkan apa yang keenam orang itu sampaikan.
Secara keseluruhan, "Hiroshima" ini adalah sebuah buku non fiksi yang menarik. Cara penyampaiannya lain daripada yang lain. John Hersey menyampaikan efek dari salah satu senjata paling mematikan dalam perang dengan cara yang membekas.
Hersey menulis kembali tentang kehidupan para penyitas empat puluh tahun sejak "Hiroshima" terbit. Versi Spark Notes-nya bisa dibaca di sini.
View all my reviews
0 comments :
Post a Comment