My rating: 2 of 5 stars
Judul: Aruna & Lidahnya
Penulis: Laksmi Pamuntjak
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Halaman: 432 halaman
Terbitan: November 2014
Aruna Rai, 35 tahun, belum menikah. Pekerjaan: Epidemiologist (Ahli Wabah), Spesialisasi: Flu Unggas. Obsesi: Makanan.
Bono, 30 tahun, terlalu sibuk untuk menikah. Pekerjaan: Chef. Spesialisasi: Nouvelle Cuisine. Obsesi: Makanan.
Nadezhda Azhari: 33 tahun, emoh menikah. Pekerjaan: Penulis. Spesialisasi: Perjalanan dan Makanan. Obsesi: Makanan.
Ketika Aruna ditugasi menyelidiki kasus flu unggas yang terjadi secara serentak di delapan kota seputar Indonesia, ia memakai kesempatan itu untuk mencicipi kekayaan kuliner lokal bersama kedua karibnya. Dalam perjalanan mereka, makanan, politik, agama, sejarah lokal, dan realita sosial tak hanya bertautan dengan korupsi, kolusi, konspirasi, dan misinformasi seputar politik kesehatan masyarakat, namun juga dengan cinta, pertemanan, dan kisah-kisah mengharukan yang mempersatukan sekaligus merayakan perbedaan antarmanusia.
Review
Kalau disuruh menyimpulkan novel ini dalam satu kalimat, saya akan tulis: "Cerita tentang Aruna, seorang wanita yang melakukan wisata kuliner sambil menjalankan tugas kantornya untuk menyelidiki masalah flu burung".
Cerita utamanya, seharusnya, tentang Aruna, seorang "ahli wabah" (alias konsultan epidemiologi) yang diutus oleh kantornya yang bekerja sama dengan Direktorat Penanggulangan Wabah dan Pemulihan Prasarana, yang merupakan bagian dari Kementerian Kemakmuran dan Kebugaran Rakyat, untuk menyelidiki kasus flu burung yang terjadi di beberapa daerah. Dalam perjalanannya, dia ditemani oleh Farish, teman kantornya, serta dua orang sahabatnya yang menjadi "penumpang gelap" dalam perjalanan itu, Bono yang seorang chef, serta Nadezdha, seorang penulis perjalanan dan kuliner. Hanya saja dalam perkembangannya, "Aruna & Lidahnya" ini justru menjadi sebuah travel-lit kuliner fiksi yang nyambi bicara tentang konspirasi flu burung, politik, kekerasan, hingga agama.
Saya awalnya suka dengan semua selipan tentang makanan dan filosofinya yang ada di buku ini. Bagian-bagian itu ditulis dengan detail dan cermat. Laksmi Pamuntjak betul-betul menampilkan kepiawaiannya dalam menulis tentang kuliner di sini. Hanya saja, lama-lama semua bagian itu jadi terasa kebanyakan dan tidak terlalu penting bagi ceritanya. Jadilah saya banyak melewatkan semua bagian yang sudah mulai bicara tentang bahan makanan, tekstur, dan kuliner segala rupa di bagian pertengahan hingga akhir buku ini.
Kalau melihat nama dirjen dan kementerian di buku ini, saya langsung merasakan aura satirenya. Hal ini diperkuat oleh narasi seperti ini:
Aku dengar perkara ini (perkara korupsi di pabrik vaksin flu unggas -B) membuat Menteri Mabura demam tinggi, sesak napas, batuk-batuk, muntah-muntah, dan tidak mau makan. Juga sakit kepala, diare, dan radang tenggorokan. (hal. 23)
Hal ini membuat saya bertanya-tanya. Apakah semua bagian kuliner di buku ini memang sengaja dibuat untuk mengontraskan masalah flu burung dan penyelidikan Aruna? Hal yang awalnya terlihat sebagai fokus utama, dan melibatkan nyawa manusia, sebenarnya sesuatu yang kalah penting dari urusan perut. Hal itulah yang saya rasakan dari novel ini. Aruna dan rombongannya lebih ribut soal makan di mana selanjutnya daripada soal penyelidikan flu burung.
Untuk karakter-karakternya, yang paling menarik cuma Nadezdha yang agak mengingatkan saya pada Diva di Ksatria, Puteri, dan Bintang Jatuh. Interaksinya dengan Aruna juga seru. Untuk kedua karakter cowoknya, Bono dan Farish, tidak begitu meninggalkan kesan. Bono yang awalnya terlihat seperti pemain utama di buku ini, justru akhirnya hanya jadi pajangan di pinggir cerita. Walau, saya akui, cara Laksmi Pamuntjak menulis tentang Bono membuat saya yakin kalau dia memang seorang chef papan atas. Untuk Aruna sendiri, it was ok. Tidak seberapa berkesan, tapi juga tidak begitu tawar hingga membosankan.
Secara keseluruhan, saya belum bisa bilang kalau saya suka dengan novel ini. Masih dalam batas dua bintang Goodreads-lah. Deskripsi tentang kulinernya sangat mengagumkan, tapi plotnya terasa terabaikan dengan karakter-karakter yang ridak begitu mengesankan.
Buku ini untuk tantangan baca:
- 2015 New Authors Reading Challenge
View all my reviews
0 comments :
Post a Comment