My rating: 2 of 5 stars
Judul: Hujan Bulan Juni: Novel
Penulis: Sapardi Djoko Damono
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Halaman: 144 halaman
Terbitan: Juni 2015
Bagaimana mungkin seseorang memiliki keinginan untuk mengurai kembali benang yang tak terkirakan jumlahnya dalam selembar sapu tangan yang telah ditenunnya sendiri.
Bagaimana mungkin seseorang bisa mendadak terbebaskan dari jaringan benang yang susun-bersusun, silang-menyilang, timpa-menimpa dengan rapi di selembar saputangan yang sudah bertahun-tahun lamanya ditenun dengan sabar oleh jari-jarinya sendiri oleh kesunyiannya sendiri oleh ketabahannya sendiri oleh tarikan dan hembusan napasnya sendiri oleh rintik waktu dalam benaknya sendiri oleh kerinduannya sendiri oleh penghayatannya sendiri tentang hubungan-hubungan pelik antara perempuan dan laki-laki yang tinggal di sebuah ruangan kedap suara yang bernama kasih sayang.
Bagaimana mungkin.
Review
"Hujan Bulan Juni" bercerita tentang Sarwono, seorang dosen muda UI, serta Pingkan, seorang gadis yang akan melanjutkan S2-nya di Jepang. Walau saling mencintai, masih ada masalah perbedaan suku dan agama di antara mereka.
"Hujan Bulan Juni" ini adalah salah satu novel yang ingin saya baca sejak pertama kali rilis. Sebelumnya saya sudah pernah baca kumpulan puisi berjudul sama (review di sini) dan saya juga memilih kumpulan puisi itu sebagai buku terfavorit 2013. Sayangnya, saya kurang suka dengan buku ini.
Ceritanya terasa sangat melompat-lompat. Kadang-kadang ceritanya terjadi di alur waktu saat ini, lalu ada alur mundur, lalu tiba-tiba saja mereka sudah melompat ke peristiwa lain yang terjadi di masa depan.
Konflik di antara Sarwono dan Pingkan nyaris tidak ada. Tidak ada masalah yang terlalu berarti dalam hubungan mereka, kecuali mungkin galaunya Sarwono tentang kepergian Pingkan ke Jepang. Saya sampai akhir masih bingung buku ini sebenarnya mau cerita soal apa? Apakah mengajukan pertanyaan tentang apa itu kesukuan? Ataukah bahwa cinta melampaui segala hal yang mengikat seperti suku dan agama?
Untuk penulisannya, uh, katakanlah saya lebih suka puisi-puisinya Sapardi Djoko Damono dibandingkan novel ini. Puisi-puisinya jauh lebih indah dengan segala kesederhanaannya.
Baru kali ini mereka menyadari bahwa kasih sayang mengungguli segalanya menembus apa pun yang tidak bisa dipahami oleh pengertian pinggir jalan tidak akan bisa dicapai tidak bisa dibincangkan dengan teori metode dan pendekatan apa pun bahwa kasih sayang ternyata tidak cabul [...]. (hal. 45)
Secara keseluruhan, dua bintang untuk novel ini.
View all my reviews
0 comments :
Post a Comment