My rating: 3 of 5 stars
Judul: Galette
Penulis: Fenny Wong
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Halaman: 240 halaman
Terbitan: Oktober 2016
Odile tahu bahwa keluarganya di ambang kebangkrutan dan harus menjual segala aset untuk bisa bertahan. Tapi ia menolak menyerah pada keadaan.
Ganesh tahu hatinya selalu dipenuhi dendam dan prasangka terhadap ayah yang telah menitipkannya di tengah keluarga Odile. Dendam yang membuatnya selalu marah pada keadaan dan memutuskan pergi ke Paris untuk mencari jawaban.
Kirana tahu bakat seni sang ayah mengalir kental dalam darahnya. Tapi ia tidak tahu harus berbuat apa. Sifat penakut, pemalu dan kikuk telah menyembunyikan potensinya rapat-rapat.
Ketiganya tumbuh bersama, menghabiskan masa kecil hingga remaja di taman kecil di belakang kafe Galette. Namun seiring waktu, masalah di kampus, problem cinta, dan pencarian jati diri membuat jarak di antara mereka semakin menganga. Ketika kafe Galette terancam dijual dan hanya ada satu kesempatan untuk mempertahankannya, ketiga sahabat itu akhirnya melihat di mana hati mereka berada.
Review
Blurb buku ini rasanya sudah cukup menggambarkan isinya. "Galette" bercerita tentang tiga sekawan sejak masa kecil: Odile, Ganesh, dan Kirana. Mereka tumbuh dan saling mendukung satu sama lain. Saat mereka beranjak dewasa, ada berbagai masalah yang terjadi dan memecah belah mereka. Sebuah misi menyelamatkan kafe favorit mereka, "Galette", kemudian menjadi kunci untuk mempersatukan ketiganya kembali.
Galette des Rois-galette para raja-adalah pai yang biasa dijual di Prancis pada Januari. Galette jenis itu adalah makanan kesukaan Pram. Bukan karena rasa almond-nya yang manis gurih, melainkan karena permainannya. Ada sebuah figurin kecil yang dimasukkan ke dalam Galette des Rois. Pai bulat itu akan dipotong oleh orang termuda dan dibagikan pada setiap orang yang hadir. Orang yang beruntung menemukan figurin dalam potongan miliknya akan menjadi "raja sehari". (hal. 11)
Novel pertama Fenny Wong setelah hiatus 4 tahun dari dunia pernovelan. Novel keempatnya yang saya baca setelah Fleur (review), Lapis Lazuli (review), dan Moonlight Waltz (review).
Kalau buat saya, 'Galette' ini sebenarnya khas sekali untuk novel YA. Berbagai tokoh dengan masalahnya masing-masing, ada bumbu angst-nya, lalu ditaburi dengan kisah cinta dan persahabatan. Sebuah resep yang saya suka.
Terbukti, saya memang suka dengan hubungan ketiga karakternya. Empatlah, kalau mau tambah Angga, si barista di Galette. Konflik Galette dengan media (alias #GaletteDrama) juga bagus. Lucu aja melihat si Ganesh digosipkan dengan salah satu artis ibu kota.
Masalahnya dengan 'Galette' adalah: terlalu banyak sub-plot sehingga tidak ada ruang untuk build-up. Hal ini membuat setiap sub-plotnya terasa hambar buat saya. Misalkan sewaktu Ganesh tahu kenapa ayahnya menitipkan dia ke keluarga Odile, atau waktu Kirana tahu kenapa ayahnya tidak suka kepada karya seninya, bagian ini seharusnya punya 'pukulan yang kuat' ke pembaca. Bisa membuat pembaca merindinglah, kalau menurut kata yang sedang populer sebagai judul artikel internet. Itu yang saya tidak dapat di sini.
'Terlalu banyak' juga menjadi frasa kunci untuk para karakternya. Terlalu ramai dan berkepribadian. Ini justru menghilangkan fokus cerita. Saya curiga sengaja dibuat begitu karena penulisnya memang ingin membuat cerita untuk karakter lainnya. Dugaan terkuat saya datang dari Dom dan Tatya yang tiba-tiba saja punya kisah percintaan di akhir novel. (Saya yakin ini bukan bocoran, karena keduanya sebatas figuran di novel ini.)
Secara keseluruhan, 'Galette' sebenarnya novel YA yang tergolong ringan. Tidak terlalu gelap atau angsty. Ya, unsur angst memang ada, tapi tidak terlalu kuat menurutku.
"Bagaimana kalau seandainya lo pergi dan malah terluka lagi?"
"Seluka apa pun, gue bakal tetep pulang." (hal. 236)
Buku ini adalah salah satu dari 13.000 buku yang bisa kamu akses hanya dengan Rp 89.000. Cari tahu caranya di sini.
View all my reviews
0 comments :
Post a Comment