My rating: 3 of 5 stars
Judul: Bakat Menggonggong
Penulis: Dea Anugrah
Penerbit: Buku Mojok
Halaman: 120 halaman
Terbitan: Agustus 2016
Rik, temanku, adalah penulis yang bagus dan manusia yang baik tetapi tolol. Ia adalah penulis yang bagus dan manusia yang baik tetapi tolol dan akhirnya mati karena paru-parunya berair. Ia adalah penulis yang bagus dan manusia yang baik tetapi tolol dan akhirnya mati karena paru-parunya berair, dua tahun lebih cepat daripada perkiraanku. Ia adalah penulis yang bagus dan manusia yang baik tetapi tolol dan akhirnya mati karena paru-parunya berair, dua tahun lebih cepat daripada perkiraanku, tanpa pernah dipedulikan orang. - Kisah Sedih Kontemporer
Dalam kumpulan cerita pendek pertamanya ini, Dea Anugrah mempekerjakan seorang juru kisah yang cerewet, sok tahu, sinis, dan kadang tak patut dipercaya. Sang narator membingkai pelbagai momen dalam hidup, mulai dari masalah rumah tangga hingga situasi hidup-mati dalam perang, dan mengizinkan pembaca ikut menyaksikannya. Ada kesan bahwa ia menggunakan bermacam-macam teknik penceritaan hanya untuk menyenangkan dirinya sendiri. Ia tidak berusaha kelewat keras buat menjerat pembaca, namun karena itu suaranya justru jadi memikat.
Review
Lucu, penuh gaya, sarkastis, dan penuh sindiran. Mungkin itulah kata-kata yang tepat untuk mendeskripsikan cerpen-cerpen Dea Anugrah di buku ini.
Kita ambil contoh dari cerpen pertama di buku ini, 'Kemurkaan Pemuda E'.
Kita tahu Pemuda E sedang gelisah. Sama gelisahnya dengan seekor coro yang tergelincir ketika melakukan pendaratan darurat dan mendapati dirinya dalam posisi terbalik. Ia sedang marah. Sama marahnya dengan seorang taipan Arab yang diberitahu bahwa seluruh penghuni haremnya sedang haid, kecuali seorang saja, yang sudah menopause dan bahkan tidak akan membangkitkan birahi seekor keledai. (hal. 2)
Cerpen ini bercerita tentang seorang pemuda bernama E yang sedang marah. Gaya berceritanya membuat pembaca seolah sedang mendengarkan seorang penjual yang menjajakan jualannya. Dalam amarahnya E, pembaca juga bisa merasakan geli, entah karena narator mengatakan sesuatu yang menggelitik atau karena E marah pada hal-hal kecil. Ceritanya sendiri diakhiri dengan gaya berputar.
Ada juga berbagai sentilan lainnya di buku ini. Ada yang ditujukan kepada seorang mantan menteri ('Acara Tengah Malam'), seorang penulis Indonesia ('Perbedaan Antara Baik dan Buruk'), atau kepada suami-istri yang lebih peduli pada pembagian harta daripada masalah hak asuh anak ('Kisah Sedih Kontemporer (IV)').
Yang merepotkan dari kumcer ini adalah beberapa ceritanya yang punya akhir yang terasa tidak selesai, serta cerita dengan akhir yang sulit dimengerti. Bisa dibilang kalau beberapa ceritanya adalah jenis yang bisa dibahas di dalam kelas bahasa, andaikan ada materi analisa cerpen di pelajaran bahasa di sekolah kita.
Secara keseluruhan, Bakat Menggonggong menyajikan cerita-cerita yang lucu dan nakal dengan akhir yang kadang membingungkan.
Let's meet on social media:
Instagram | Twitter | Youtube
View all my reviews
Saya juga baru saja menyelesaikan membaca buku ini. resensinya baru besok saya tampilkan. Buku yang membingungkan untuk yang kurang suka cerpen, hehe