Rss Feed
  1. Review Buku: Lapangan Tanah Merah

    Saturday, October 20, 2012


    Lapangan Tanah MerahLapangan Tanah Merah by Juliana Wina Rome
    My rating: 4 of 5 stars

    Lapangan Tanah Merah adalah kumpulan antologi flash fiction yang dipilih dari lomba flash fiction Cinta Untuk Semesta. Di dalamnya dipilih 16 FF dari para peserta lomba dan tambahan 4 FF dari keempat Peri Penulis.

    Mari kita mulai reviewnya. Semuanya pendapat pribadi btw :)

    Lapangan Tanah Merah
    Karya yang menjadi juara 1 pada lomba FF Cinta Untuk Semesta. Cerita yang bagus. Ah, ceritanya bagus. Tentang kehidupan anak-anak jalanan. Cuma endingnya bukan tipe ending favoritku sih.

    Perempuan Tua di Sudut Kamar
    Saya suka dengan kejutan kecil di endingnya. You got me there. Saya juga suka dengan ceritanya yang rapi.

    Hati yang Sempurna
    Anj**t! Cerita ini bagus banget. Suer.

    Abaikan. Ini cerita yang saya tulis dan jadi juara 3 di FF CUS. Kesan pesannya nanti paling belakang sendiri aja yah :')


    Suatu Malam di IGD
    Cerita drama RS lainnya dari Bu (Peri) Dokter Stephie Anindita. Dan sekali lagi, saya suka dengan ceritanya yang simpel tapi punya rasa kemanusiaan yang kuat. I think this kind of hospital drama is her power. Kalau misal ybs nulis novel dengan tema drama di RS, saya rasanya bisa jadi salah satu target pembelinya.

    Sebuah Janji di Bumi Sriwijaya
    Kalau saya jadi Ami, mungkin hal pertama yang muncul di pikiran saya bukan, "malam-malam begini sedang apa orang asing itu (di sana)?". Hal pertama yang lewat di kepala pasti, "buset! Tuh orang malam-malam pakai kacamata hitam," lalu mungkin berpikir bahwa orang itu sebenarnya buta.

    Saya suka dengan ending ceritanya. Hanya saja, mungkin lebih baik diselesaikan di bagian monolog Ami. Tidak perlu ditambahkan ke bagian setelah itu yang ada lirik lagu "Sally Sendiri". Efek kejutannya jadi kurang membekas di saya karena tambahan di bagian akhirnya itu.

    Maafkan Kakak Agam!
    Saya bisa ngerti ke mana pengarang mau membawa ceritanya. Hanya apa yah, saya kurang bisa menangkap emosi yang ingin disajikan. Apakah dengan membuat si adik mati di akhir cerita akan membuat jadi lebih sedih? Mungkin juga malah bikin jadi klise. Duh, bingung.

    Penujum dari Karimata
    Buat saya, cerita dengan purple prose hanya memiliki dua kemungkinan (buat saya yang baca). Membuat saya demen banget sama ceritanya (dan pengarangnya) atau membuat saya gak demen banget sama ceritanya (tapi bukan berarti gak suka sama penulisnya loh ya). Di luar purple prose biasanya saya masih punya zona netral.

    Dan untuk kali ini, saya kurang suka dengan purple prose yang disajikan. Rasanya kurang gigit dan beberapa kalimat susah untuk masuk di otak. Khususnya di bagian percakapan.

    Misalnya di kalimat: "[...] Mereka tak berhak bilang dengan menuduh aku berselingkuh, bukan? Aku tak pernah berbuat dan tak pernah berselingkuh."

    Atau di kalimat: "Aku takut Ririn menangis disebabkan dari kelakuan Mas Rizki yang selalu pulang malam."

    Rasanya agak terlalu ditarik-tarik kalimatnya, walau memang jadinya ada feel yang sama dengan keseluruhan ceritanya sih.

    Menjadi Dua Dalam Satu Atap
    Cerita yang bagus. Dan mengingatkan saya pada percakapan "standar" emak dan saya.

    Emak: Duh, pusing. Kalian (anak-anak) cepat-cepat besar dan keluar dari rumah deh.

    Saya: Ntar kita keluar semua baru merasa kehilangan loh.

    Biasanya percakapan ini terjadi kalau emak pusing dengan "kekacauan" yang terjadi di rumah (rumah kecil tapi diisi bertujuh sih. Hehehehe)

    Here I'am...
    Cerita yang cukup menarik, walau perhatian saya lebih tertarik ke dua hal minor dalam cerita sih. Yang pertama nama Hiyu yang selalu mengingatkan saya pada



    Dan Na Na Na yang, karena efek meme, selalu berbunyi sebagai Theme Song Batman di kepala saya.

    Bintang Untuk Bintang
    Saya cukup bisa terhubung ke cerita ini karena salah satu teman mempunyai kisah yang mirip. Kalau tidak salah ingat dulu waktu dia di kandungan, dokter juga bilang lebih baik dia dikuret keluar karena membahayakan ibunya. Ibunya menolak dan akhirnya teman saya itu bisa lahir dengan selamat dan sekarang bahkan udah kerja di Jakarta.

    Satu, Dua, Tiga, Sayang Semuanya
    Ah, pembantu. Walau bukan sepenuhnya pembantu sih di cerita ini. Tapi yah, patut diingat bahwa jabatan mereka itu "pembantu". Tugasnya membantu. Bukannya "babu" atau "budak". jadi perlakukanlah para pembantu secara manusiawi.

    Hadiah Senyum Terakhir
    Kayaknya saya tahu kenapa saya kurang bisa nangkep rasa sedih di akhir cerita ini. Keeratan hubungan kekeluargaannya mereka kurang ditunjukkan. Kurang ada interaksi lewat dialog atau tindakan, selain adegan kejutan ultah di bagian depan. Akibatnya saya kurang bisa merasakan kesedihan yang karakter utama rasakan, soalnya saya kurang tertarik masuk ke dalam keluarga itu.

    GatotkacaOtot Kawat Tulang Besi
    Untuk yang ini juga saya kurang bisa menangkap emosi ceritanya. Kayaknya karena terlalu pendek. Atau itu sebenarnya udah mepet pada syarat maksimum kata? Apakah para Peri Penulis juga menulis dengan batasan kata?

    Cinta Capella
    Saya sampai googling di cerita ini. Agak bingung pas baca bagian awalnya yang "Aku adalah Capella. Anna dan Ann. Tidak banyak yang tahu, sesungguhnya Capella terdiri dari dua bintang yang terikat dalam satu gravitasi."

    Dari situ saya bisa nangkap bahwa sistem yang penulis maksudkan adalah sistem binary star, hanya agak bingung karena dari yang saya baca, saya nangkapnya yang kembar itu Anna dan Capella. Terus Ann siapa? Baru ngeh setelah baca tentang bintang Capella.

    Oalah, gitu toh. Duh, saya loading lambat banget sih. Ceritanya sendiri cukup memorable. Good job for the writer.

    You're Smile Is My Passion
    Dari segi judul, saya sudah langsung stop sebentar. Ini "you're" apa "your" nih? Beda loh. Kayaknya yang bener sih "your", tapi mungkin penulis punya alasan lain untuk memakai "you're"?

    Sebenarnya cukup suka dengan cerita ini. Hanya kurang ngerti dengan maksud "Move on" di akhir cerita. Kesannya agak kontradiktif dengan apa yang sudah ditulis.

    Selain itu masih ada masalah penulisan di+kata tempat yang disambung. Semisal disamping (di samping), disaat (di saat). Anehya ada kata 'di sekujur' yang penulisannya tepat.

    Kita dan Semesta
    Ini temanya CLBK yah? Kayaknya agak terlalu pendek. Rasanya lebih oke kalau ditulis format cerpen supaya apa yang terjadi di antara kedua karakter jadi lebih jelas.

    Rumah Nomor Sembilan
    KDRT! Saya suka dengan karakter utamanya yang tidak cuma pasrah, tapi berani mengambil tindakan. Btw ini ide ceritanya sebenarnya mirip dengan ide awal saya untuk FF CUS. Lebih lanjut di belakang yah :)

    Sulaman Cinta Untuk Genie
    Kayaknya agak lack of drama. Fokus saya malah lebih ke perbedaan usia karakter utama dan suaminya, ketimbang soal pekerjaan orang tua si karakter utama.

    Sahabatku dari Antah Berantah
    Ini juga salah satu cerita yang catchy. Saya suka dengan permasalahan yang ada dan pemecahan apa yang disajikan.

    Definisi "Kita"
    Cerita pendek yang sederhana, tapi cukup menarik. Saya rasa peletakannya sebagai penutup antologi cukup tepat.

    Kesan-Kesan
    Nah, sekarang mengenai kesan-kesan saya mengikuti event FF CUS. Sebenarnya saya tidak menyangka bisa jadi juara 3. Ceritanya sendiri saya tulis cukup tergesa-gesa karena mau pergi ke Jogja, sementara kalau sudah di sana otomatis saya sudah tidak bisa nulis lagi.

    Cerita yang ditampilkan di buku ini adalah cerita ke-3 dan usaha ke-5 saya menulis FF untuk diikutsertakan. Cerita pertama yang saya tulis memiliki ide yang sama dengan "Rumah Nomor Sembilan". Cerita tentang dua orang saudara yang pergi melarikan diri (walau mereka lari untuk alasan yang berbeda). Hanya saja jadinya terlalu panjang dan setelah saya coba kurangi jumlah katanya, jadinya malah aneh. Cerita itu pun urung saya kirimkan.

    Cerita kedua yang saya tulis memiliki mood yang sama dengan cerita di antologi ini. Tentang seorang pria yang menemukan mantan pacarnya yang tertidur (you read it right, tertidur) di atas salju. Hanya saja saya tidak bisa mencapai konklusi yang saya inginkan. Batal lagi deh.

    Cerita ke-3, sekaligus yang menjadi cerita di buku ini, bisa dibilang merupakan evolusi dari cerita ke-2. Sama-sama memiliki tone cerita yang agak suram dan sedikit melankolis.

    Sebenarnya untuk cerita ini saya terinspirasi dari orang-orang yang suka gagal move on dan merasa hatinya masih tertinggal di mantannya. Saya pikir, "Duh, tuh mantan juga, kok gak balikin hati anak orang sih?"

    Dari sanalah cerita ini lahir dan setelah direvisi 2 kali (awalnya saya menulis sedikit soal peri dan salju, tapi lalu saya hapus), akhirnya cerita ini saya kirim sebagai entri saya.

    Pas tahu cerita ini dipilih sebagai salah satu pemenang, rasanya tidak percaya. Soalnya memang tidak terlalu merasa punya kans. Gak terlalu punya feel bahwa "ini sebuah cerita yang bagus". Tapi, untunglah para Peri Penulis suka dengan cerita ini.

    Terima kasih buat para Peri Penulis yang sudah memberi kesempatan karya saya mejeng di buku antoogi ini. Sukses terus untuk ke depannya. Lain kali ajak saya berkolaborasi sebagai penulis tamu dong. Hihihihi *ditimpuk


    View all my reviews


  2. 0 comments :

    Post a Comment