My rating: 5 of 5 stars
Judul: The Miraculous Journey of Edward Tulane
Penulis: Kate DiCamillo
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Halaman: 208 halaman
Terbitan: April 2014
Dahulu kala, di rumah di Egypt Street, tinggallah kelinci porselen bernama Edward Tulane. Kelinci itu sangat bangga pada dirinya sendiri, dan memang beralasan: ia dimiliki anak perempuan bernama Abilene, yang memperlakukannya dengan penuh kasih dan amat sangat menyayanginya.
Lalu, suatu hari, ia hilang.
Maka dimulailah perjalanan luar biasa Edward Tulane: dari dasar laut ke jala nelayan, dari puncak gunung sampah ke dekat api unggun gelandangan, dari tempat tidur anak yang sakit keras ke jalan-jalan kota Memphis. Dan selama perjalanannya itu, ia jadi tahu---bahwa hati yang paling rapuh sekalipun dapat belajar menyayangi, kehilangan, dan menyayangi lagi.
Review
Butuh 8 tahun bagi saya dan buku ini untuk kembali menemukan satu sama lain. Waktu buku ini pertama terbit di tahun 2006, saya sudah tertarik untuk membacanya. Waktu itu saya tidak tahu buku ini bercerita tentang apa, tapi gambar kover serta cerita di halaman belakangnya membuat saya tertarik. Hanya saja buku ini tidak pernah berhasil terbeli waktu itu, karena faktor tidak ada uang tentunya. Untungnya buku ini dicetak ulang pada tahun 2014 ini.
Ada banyak sekali tema yang saya rasa buku ini coba jelajahi. Mulai tentang tinggi hati, pemanjaan yang berlebihan (lewat perlakuan yang Edward terima dari Abilene. Saya rasa ini faktor yang membuat Edward sombong), kehilangan, harapan, serta mencintai orang lain. Tema yang bukan saja cocok untuk anak-anak, tapi juga orang dewasa.
Saya suka bagaimana Kate DiCamillo mengambil sudut pandang sebuah benda mati yang tidak bisa berinteraksi langsung dengan manusia yang memilikinya. Perubahan yang Edward alami justru jauh lebih menarik karena posisi pasifnya itu.
Selain itu, cerita orang-orang yang memiliki Edward juga menarik. Dari berbagai golongan, usia, dan jenis kelamin. Walau begitu, saya merasa ada tema yang cukup mirip di antara beberapa pemilik Edward, yakni kehilangan dan menemukan sebuah harapan baru.
Menutup review ini, saya akan memberikan kutipan dari Pellegrina, nenek Abilene:
"Tapi coba jawab ini: bagaimana cerita bisa berakhir bahagia kalau tidak ada cinta?" (hal. 35)Tidak harus cinta yang bersifat eros tentunya. Bisa juga cinta yang lebih universal. Jadi, sudahkah kamu mengusahakan akhir yang bahagia hari ini?
Secara keseluruhan: sebuah buku dengan tema yang cocok untuk segala usia, cerita yang mengharukan, serta gambar-gambar penuh warna yang indah.
View all my reviews
0 comments :
Post a Comment