Rss Feed
  1. Review Film: Rumah Tanpa Jendela

    Thursday, March 3, 2011

    Menonton film "Rumah Tanpa Jendela" (RTJ) merupakan "kembalinya" saya dalam hal menonton film Indonesia. Film Indonesia terakhir yang saya tonton adalah "Laskar Pelangi" pada tahun 2008.


    Poster "Rumah Tanpa Jendela"

    Bukannya saya tidak mendukung film karya anak negeri, tetapi setelah "Laskar Pelangi", rata-rata film Indonesia yang diputar di bioskop kurang menggugah selera menonton saya. Baru setelah melihat poster RTJ inilah selera saya bangkit kembali.

    RTJ merupakan film yang diangkat dari cerita pendek (alias cerpen) karya Asma Nadia dengan judul asli Jendela Rara (jujur saja, saya lebih suka judul yang dipakai untuk film karena terasa lebih dramatis). Cerita dimulai ketika Rara (Dwi Tasya) menuliskan keinginannya yang belum tercapai. "Namaku Rara, aku tinggal di Jakarta, dirumah yang sempit di kampung pemulung yang sumpek dengan rumah-rumah tanpa jendela. Apa artinya sebuah jendela, jika kami bisa kehilangan rumah kapan saja, karena digusur. Sebenarnya aku pengen tahu pendapat ibu, tapi ibu sudah meninggal karena sakit sebelum aku sempat bertanya". Sebuah pembuka yang sangat dramatis.

    Rara adalah seorang gadis miskin yang tinggal di perkampungan kumuh di kota megapolitan Jakarta. Dia tinggal bersama Si Mbok (Inggrid Widjanarko) dan ayahnya, Raga (Raffi Ahmad). Rara mempunyai satu keinginan yang sangat kuat, yakni memiliki sebuah jendela di rumahnya agar matahari dapat masuk di pagi hari dan dia dapat melihat bintang di malam hari. Keinginan ini semula ditertawakan oleh teman-temannya, tetapi perlahan-lahan mereka berpihak pada Rara dan keinginannya.

    Di lain pihak, Aldo (Emir Mahira) adalah anak dari sebuah keluarga kaya raya. Aldo memiliki keterbelakangan mental yang ditunjukkan dengan gerak mata yang tidak fokus, pergerakan tangan yang tidak terkendali, dan gaya bicaranya yang sedikit aneh. Aldo memiliki seorang kakak perempuan, Andini, yang merasa malu memiliki adik yang "aneh" seperti Aldo. Hal ini membuat Aldo pelan-pelan menarik diri karena merasa dirinya hanya membuat keluarganya merasa malu.

    Pertemuan antara Rara dan Aldo terjadi ketika tanpa sengaja mobil Aldo menyerempet Rara yang tengah mengojek payung. Persahabatan mereka pun timbul dari sini.

    Film ini menyoroti konflik internal Aldo yang merasa kurang perhatian dalam keluarganya serta Rara yang berjuang demi mencapai mimpi sederhananya, memiliki sebuah jendela, sambil berusaha melawan kerasnya kemiskinan di kota Jakarta.

    Saya betul-betul angkat jempol melihat akting para pemeran dalam film ini, khususnya Dwi Tasya, Emir Mahira, dan Raffi Ahmad. Dwi Tasya berhasil memerankan gadis kecil yang penuh semangat dan berhasil membawakan perasaan senang dan sedih Rara dalam tiap adegan. Selain itu Emir juga secara konstan berhasil membawakan peran Aldo dengan baik. Sementara itu, Raffi Ahmad berhasil membawakan peran seorang ayah dengan baik, walaupun dia sebenarnya (menurut saya) terlalu rapi untuk ukuran seorang penjual dari daerah kumuh.

    Secara keseluruhan, "Rumah Tanpa Jendela" berhasil membawakan film Indonesia yang telah lama saya tunggu-tunggu di tengah kerasnya gempuran film horor yang tidak jelas dan film penuh esek-esek yang baru lihat posternya saja rasanya sudah malas untuk menonton.

    Plus:
    1. Akting yang kuat dari para pemeran di film ini.
    2. Film yang cocok untuk dijadikan pilihan film keluarga.
    3. Cerita tentang "Anak Tupai" yang dibawakan Raffi Ahmad sangat menarik perhatian.
    4. Lagu-lagu dalam film ini bagus. Favorit saya yang mendekati akhir (ketika Rara dan teman-temannya seolah berada di taman ria. Mungkin judulnya "Jendela")

    Minus:
    1. Koreografi ketika bernyanyi terasa kurang luwes. Masih kalah kalau dibandingkan "Petualangan Sherina" (iyalah. wong ini bukan film musikal kok).

  2. 0 comments :

    Post a Comment