My rating: 5 of 5 stars
Judul: Memang Jodoh
Penulis: Marah Rusli
Penerbit: Qanita
Halaman: 536 halaman
Terbitan: Mei 2013
Novel Terakhir dari Penulis Sitti Nurbaya, Marah Rusli.
Hamli tak pernah mengira, keputusannya untuk menerima beasiswa pemerintah Belanda demi melanjutkan sekolah ditentang oleh orangtuanya. Orangtua yang justru dia harapkan akan mendukung sepenuh hati. Namun, adat Minang yang mengikat erat ternyata membelenggu cita-citanya.
Hamli pun kemudian memutuskan untuk melanggar adat, merantau demi ilmu. Dan ketika dalam perantauan dia bertemu dengan mojang Priangan yang menawan hatinya, pilihan getir terpaksa harus diambil. Hamli rela "dibuang" oleh adat dan orangtua demi cintanya.
Review
Kesimpulan saya setelah membaca buku ini adalah: menikah itu rempong. Banget. Apalagi kalau hidup di Padang pada zamannya Hamli. Pada masa itu pernikahan bukanlah hak si anak, tapi adalah sebuah kewajiban dan hal ini diatur oleh para orang tua, bahkan tanpa persetujuan si anak.
Hamli sendiri merasa gerah akan peraturan pernikahan ini. Pada saat dia telah merasa cocok dan bahkan telah menikah dengan Din Wati, si "mojang Priangan yang menawan hatinya", masih saja urusan menikah masih mengikutinya. Permasalahannya, di tempat asalnya, seorang lelaki Padang harus menikah dengan sesama orang Padang dan seorang lelaki Padang dianggap mulia apabila beristri banyak. Padahal Hamli sangat keras menolak poligami.
Selain itu, seorang suami dianggap sebagai seorang "pendatang" yang tak punya hak apa-apa atas istri dan anak-anaknya, sehingga dia tidak punya tanggung jawab atas mereka. Apabila seorang suami meninggal, harta bendanya tidak diwariskan pada anak istrinya, tapi pada kemenakannya. Seluruh hal ini dirasa Hamli tidak masuk akal.
Novel ini bukan hanya berkutat pada kisah cinta Hamli dan Din Wati serta terbuangnya Hamli dari keluarganya. Novel ini lebih dari itu. Novel ini memberi kita gambaran tentang adat-istiadat Padang pada zaman dulu, serta bagaimana Marah Rusli menentang adat yang dirasanya sudah tidak sesuai lagi.
Saya rasa seluruh perasaan penulis akan masalah yang tertuang di novel ini dapat disimpulkan dengan kutipan yang berada pada halaman pertama buku ini.
"Bagaimana aku dapat bekerja dengan baik untuk bangsa dan negara, kalau aku selalu dibisingkan dengan perkara kawin saja? Sedangkan hatiku rasanya penuh cita-cita untuk memperbaiki yang belum sempurna dan menambah yang masih kurang."
Sebuah kutipan yang masih relevan hingga hari ini. Khususnya bagi orang-orang yang terus didesak dengan pertanyaan, "Kapan nikah?"
Buku yang menarik dan saya rekomendasikan bagi yang suka membaca tentang budaya. Sebaiknya persiapkan diri dulu untuk membaca gaya bercerita lama di buku ini, serta gaya cerita yang Melayu banget dengan penggunaan kalimat panjang-panjang, pantun, seloka, dan peribahasa.
Buku ini untuk tantangan baca:
- Membaca Sastra Indonesia 2013
- 2013 Read Big Reading Challenge
- 2013 New Authors Reading Challenge
- 2013 Serapium Reading Challenge
- 2013 Indonesian Romance Reading Challenge
View all my reviews
0 comments :
Post a Comment