Rss Feed
  1. Cerita Cinta EnricoCerita Cinta Enrico by Ayu Utami
    My rating: 2 of 5 stars

    Judul: Cerita Cinta Enrico
    Penulis: Ayu Utami
    Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia
    Halaman: 244 halaman
    Terbitan: Februari 2012

    Cerita Cinta Enrico adalah kisah nyata seorang anak yang lahir bersamaan dengan Pemberontakaan PRRI. Ia menjadi bayi gerilya sejak usia satu hari. Kerabatnya tak lepas dari peristiwa '65. Ia menjadi aktivis di ITB pada era Orde Baru, sebelum gerakan mahasiswa dipatahkan. Merasa dikebiri rezim, ia merindukan tumbangnya Soeharto. Akhirnya ia melihat peristiwa itu bersamaan dengan ia melihat perempuan yang menghadirkan kembali sosok yang ia cintai sekaligus hindari: ibunya.

    Cerita Cinta Enrico adalah kisah cinta dalam bentangan sejarah Indonesia sejak era pemberontakan daerah hingga Reformasi.

    Review

    "Cerita Cinta Enrico" bercerita tentang Joakhim Prasetya "Enrico" Riksa, seorang anak laki-laki yang lahir sebagai bagian dari pasukan gerilyawan di daerah Padang. Tumbuh besar dalam lingkungan yang bercampur aduk antara cinta, kehilangan, dan kenakalan, Enrico tumbuh menjadi seorang pemuda yang merindukan kebebasan.

    "Cerita Cinta Enrico" adalah catatan perjalanan hidup Enrico. Dimulai dengan sebuah revolusi di Sumatra Barat, dan terus berlanjut hingga hari-hari dewasanya di Jawa yang penuh lika-liku.

    Buku ini memiliki suatu pendekatan yang menarik. Sebagai sebuah novel, "Cerita Cinta Enrico" ini mendasarkan kisahnya pada fakta, lalu membalurinya dengan fiksi. Kisah perjalanan Enrico di novel ini didasarkan pada kehidupan seorang Enrico di dunia nyata, tapi dengan beberapa detail yang tidak begitu akurat. Penulisnya mengambil kebebasan kreatif dan memang mengakui hal ini dalam catatan akhirnya.

    Awalnya saya mengharapkan kisah tentang seorang anak yang hidup dalam lingkungan yang keras, mungkin juga militeristik. Dari blurb-nya, saya menduga sebuah kisah tentang perlawanan politik dan ketidakpuasan akan ketidakadilan. Sayangnya, saya salah besar.

    Enrico ini justru tumbuh besar dalam lingkungan yang bisa dibilang lebih tenang dari dugaan awal saya. Apakah hidupnya berhubungan dengan militer? Rasanya tidak terlalu atau tidak ditunjukkan di sini. Cerita yang kukira akan berhubungan erat dengan politik juga melenceng. Enrico rasanya hanya berdiri di tepi pantai sambil mengamati ombak, pusaran air, serta berbagai pasang-surut lautan politik.

    Ada lompatan waktu yang cukup besar di tengah novel. Enrico yang berada pada awal 20-an langsung melompat ke usia 40-an. Saya jujur agak merasa setengah hati dengan lompatan ini. Saya paham bahwa mungkin tidak ada hal menarik yang perlu disampaikan dalam rentang waktu yang hilang, tapi di sisi lain, hal ini juga membuat saya sedikit kaget karena perubahan karakter tokoh dan juga nuansa cerita. Walau begitu, saya rasa perubahan-perubahan yang Enrico alami itu masuk akal. Sebab-akibat antara kehidupan masa kecil dan dia di masa dewasa bisa terlihat jelas.

    Gaya bercerita penulisnya cenderung repetitif di sini. Ada banyak bagian yang diulang-ulang dalam cerita tanpa terasa manfaatnya. Lalu ada kata tidak baku 'nafas' dan 'di mana' (sebagai pengganti kata sambung 'where') yang dipakai di sepanjang cerita. Apakah pemakaiannya memiliki makna tersendiri? Saya tidak tahu.

    Secara keseluruhan, saya cukup menikmati novel ini. Mungkin tidak sesuai dugaan awal, tapi tidak buruk juga. Sayangnya, saya juga tidak merasa terpukau dengan cerita ataupun narasinya.

    Saya menyarankan novel ini untuk yang mencari bacaan tentang hubungan cinta-benci antara orang tua dan anak, serta yang ingin membaca novel dengan lumuran filosofi agama dan feminisme.

    Buku ini untuk tantangan baca:
    - 2015 Lucky No. 15 Reading Challenge


    View all my reviews

  2. 0 comments :

    Post a Comment