Rss Feed
  1. Jadilah Milikku, Mau?

    Monday, January 16, 2012

        Aku selalu melihat anak laki-laki itu melintas di depan toko pada waktu yang sama. Pukul 4 sore, setiap hari Senin-Jumat. Tidak pernah sekali pun dia absen lewat di depan tokoku. Dia selalu mengenakan sebuah kemeja lengan pendek dan celana panjang serta memanggul sebuah tas di punggungnya. Terkadang dia juga lewat di depan tokoku pada akhir pekan. Pada akhir pekan dia akan mengenakan pakaian yang lebih santai. Biasanya sebuah T-shirt dengan celana pendek dan sendal. Hanya sebatas itu saja yang kuketahui tentang dia. Aku tidak tahu siapa namanya, berapa umurnya, atau di mana tempat tinggalnya. Hubunganku dengannya hanyalah sebatas melihat dan dilihat lewat sebuah etalase toko yang transparan.

        Dia tahu tentang keberadaanku. Sore itu dia berjalan di emperan pertokoan seperti biasanya. Dia berhenti sejenak di depan tokoku untuk mengikat tali sepatunya. Setelah selesai, dia menoleh ke dalam toko dan matanya bertemu dengan mataku. Tatapan kami beradu selama beberapa saat dan dia tersenyum padaku. Dalam waktu yang singkat itulah, dia telah menguasai pikiranku. Selalu berada di dalam benakku. Aku selalu ingin bertemu dengannya. Sejak itu pukul 4 sore selalu menjadi waktu yang kunanti-nantikan.

        Sejak kontak mata yang terjadi di antara kami beberapa bulan yang lalu itu, hampir setiap hari dia berhenti di depan tokoku. Dia akan berhenti dan berdiri diam di depan toko, menatapku, lalu tersenyum. Ah, kenapa kau tersenyum padaku? Apakah senyum itu memang untukku? Ataukah aku terlalu Ge-eR sampai mengira senyuman itu kau berikan padaku, padahal sebenarnya bukan?

        Beberapa kali aku mengundangmu masuk ke dalam toko, tapi kamu selalu hanya menjawabnya dengan sebuah senyuman manis, lalu berlalu. Hatiku selalu merasa kecewa. Kenapa kamu tidak mau masuk barang sebentar saja? Padahal aku ingin melihatmu lebih dekat. Menghilangkan etalase yang berada di antara kita berdua.

        Hari ini sama seperti hari-hari sebelumnya. Dengan setia aku menunggumu lewat di depan toko. Jam kukuk di toko telah berbunyi 4 kali. Sebentar lagi kamu akan lewat. Aku menantikanmu dengan perasaan berdebar dan tidak sabar. Tidak sedetik pun kualihkan mataku dari jalanan di depan toko, menantikan bayanganmu.

        Setengah jam telah berlalu. Kenapa kamu belum lewat juga? Ah, mungkin kamu ada urusan sehingga pulang sedikit lebih lambat. Kembali aku menunggumu sambil melamun, melihat hujan yang mulai turun. Satu jam, dua jam, bahkan tiga jam telah berlalu. Langit telah gelap dan lampu-lampu jalan telah dinyalakan. Tidak ada tanda-tanda kehadiranmu sama sekali. Ada apa? Kenapa hari ini kamu tidak lewat di depan toko? Aku menjadi gelisah ketika toko ditutup dan aku tidak melihatmu sama sekali hari ini.

        Keesokan harinya aku kembali menunggumu dengan sabar. Berharap waktu berputar lebih cepat dan jam 4 segera datang. Tetapi hari ini pun kamu tidak lewat. Kenapa? Apa yang terjadi? Kamu baik-baik saja kan?

        Satu minggu telah berlalu dan kau sama sekali tidak lewat. Aku menjadi sedih dan merasa putus asa. Mungkinkah aku tidak dapat bertemu denganmu lagi? Aku terkejut ketika pintu toko terbuka dan kulihat kamu berjalan masuk. Kamu berbicara sebentar dengan si kasir, lalu berjalan ke arahku.

        “Jadilah milikku, mau?”

        Aku menggonggong bahagia dan melompat ke dalam pelukanmu.

  2. 2 comments :

    Post a Comment