Pagi itu cuaca tampak mendung. Awan kelabu menutupi seluruh langit kota Surabaya. Angin yang bertiup kencang seolah-olah mengantarkan datangnya hujan lebat yang beberapa hari terakhir terus mengguyur kota Surabaya.
Di tengah suasana mendung itu, kediaman keluarga Suraatmadja tampak sibuk. Beberapa orang tampak berlarian menyiapkan ini dan itu. Ada juga beberapa orang yang tampak keluar masuk dari sebuah kamar. Dan di dalam kamar itu, seorang gadis cantik tengah duduk dalam sebuah busana pengantin indah berwarna gading. Rambutnya telah dibuat bergelombang oleh penata rambutnya dan wajahnya telah dipolesi foundation, bedak, lalu perona pipi. Bibirnya diwarnai tipis dengan gincu berwarna merah.
“Nah, bagaimana? Sudah oke kan, Mba Ayu?” tanya seorang pria feminin yang merupakan pimpinan tim penata rias.
Gadis bernama Ayu itu mematut dirinya di cermin, lalu mengangguk. “Ia. Sudah oke kok.”
“Itu bedaknya agak tidak rata di sebelah kanan.” timpal seorang wanita gemuk yang adalah ibu Ayu.
“Mana coba saya lihat?” pria itu menolehkan wajah Ayu sehingga pipi kanan Ayu menghadap ke arahnya. Dia lalu memoleskan sedikit bedak lagi ke pipi Ayu. “Sekarang oke kan?”
Ibu Ayu mengamati pipi anaknya itu. “Sudah oke sekarang.”
“Nah, kalau begitu sekarang kita permisi dulu yah Bu. Ayo anak-anak. Cepat selesaikan beres-beresnya.” kata pria itu menepuk tangannya memberikan komando. Dalam sekejap suasana ramai kamar itu mendadak jadi sepi sesudah tim rias meninggalkan tempat itu.
“Nah, Ayu. Kamu tunggu di sini dulu ya. Ibu masih mau mengurus keperluan lain di depan.”
“Iya, Bu.”
Ibunda Ayu lantas keluar dari kamar rias, meninggalkan Ayu duduk seorang diri di depan cermin. Ayu melihat wajahnya dan merasa bahwa dia cantik sekali. Dia sendiri bukanlah tipe pesolek sehingga jarang dia merasa dirinya cantik dan feminin. Tapi pernah sekali, dia merasa dirinya jauh lebih cantik dari saat ini.
Pikirannya melayang kepada Dino, seorang pria yang membuatnya mampu merasa jauh lebih cantik daripada saat ini. Padahal waktu bersama Dino, Ayu biasanya hanya mengenakan T-Shirt belel dan celana jeans yang warnanya mulai memudar. Rambutnya pun dibiarkan apa adanya dan tidak ada bedak satu pun yang menempel di kulit wajahnya. Tapi dalam kondisi seperti itulah, bersama Dino, Ayu merasa cantik.
Telepon genggamnya berbunyi dan Ayu merogoh ke dalam tasnya untuk mengambil telepon genggam itu. Dia membuka pesan yang masuk.
Aku masih terus menunggumu Ayu.
Deg!
Pesan dari Dino.
Ayu menghapus pesan itu. Tangannya menggenggam erat telepon genggamnya. Dia berusaha menahan air mata yang mulai menggenang di matanya. Tiba-tiba telepon genggamnya kembali berbunyi. Sebuah SMS masuk.
Aku masih cinta padamu Ayu.
Lagi-lagi pesan dari Dino.
“Tidak bisa, Dino.” bisik Ayu lirih. “Kau tidak boleh cinta lagi padaku.”
Kembali telepon genggamnya berbunyi.
Ayu, tinggalkanlah dia. Aku cinta padamu Ayu. Menikahlah denganku
Ayu merasa jam di dinding berhenti berdetak ketika dia membaca pesan itu. Dia menimbang-nimbang teleponnya, lalu menulis sebuah pesan sebagai balasan.
Lupakan aku, Dino. Kau terlambat 5 tahun untuk mengucapkan kalimat itu.
Ayu menekan tombol kirim, lalu dia mematikan telepon genggamnya.
“Ayu, sudah waktunya.” kata Ibu Ayu.
Ayu berdiri dan melangkah menuju pintu.
Selamat tinggal Dino. Terima kasih karena kau pernah membuatku merasa cantik.
-
Menikahlah Denganku
Thursday, January 26, 2012
Posted by Biondy at 6:11:00 PM | Labels: #15HariNgeblogFF |
0 comments :
Post a Comment