Rss Feed
  1. Kalau Odol Jatuh Cinta

    Tuesday, January 24, 2012

        Nama gadis itu Arini. Dia adalah seorang remaja berusia 17 dengan wajah imut-imut yang terlihat seperti anak berumur 7 tahun. Dia terkenal dan aku tahu bahwa dia memiliki banyak penggemar. Aku adalah salah satu dari para penggemarnya.

        Berbeda dengan penggemar-penggemarnya yang lain, aku sering menghabiskan waktu di tempat yang intim dengan Arini, di kamar mandi. Aku selalu mengamatinya di pagi hari ketika dia baru saja bangun dan di malam hari sesaat sebelum dia tidur. Akulah yang paling tahu tentang kecantikan alami Arini. Saat aku bertemu dengannya, wajahnya selalu terlihat polos tanpa polesan make up, rambutnya berjingkrak-jingkrak ke berbagai arah, dan terkadang di pagi hari wajahnya terlihat masih mengantuk dan berantakan. Tetapi walau dalam keadaan “sekacau” itu pun, Arini masih terlihat cantik dan menawan bagiku.

        “Selamat pagi Arini.” begitu sapaku ketika melihatnya pagi ini.

        Arini tidak membalas sapaanku. Tentu saja. Tidak mungkin dia bisa mendengar sapaanku. Dengan lembut dia mengambil tubuhku dari dalam sebuah gelas, kemudian dengan lembut dia memencet tubuhku dan mengeluarkan isiku ke atas bulu-bulu sikat gigi. Ya, sekarang kau tahu apa aku ini. Aku adalah sebuah odol. Sebuah pasta gigi!

        Kuamati ketika Arini mulai menyikat gigi-giginya. Aku dapat merasakan saat-saat yang paling membahagiakan dalam hidupku itu. Saat-saat sebagian dari diriku masuk ke dalam Arini dan bersatu dengannya. Membersihkan gigi-gigi dan bagian dalam mulutnya. Aku merasa bagaikan di Nirwana pada saat-saat seperti itu. Kulihat Arini telah selesai menyikat gigi dan berkumur. Dia mengamat-amati gigi-giginya di cermin dan tersenyum puas melihat barisan warna putih sebagai mutiara senyumnya.

        Ah, Arini. Betapa bahagianya kalau aku bisa terus bersama denganmu.

        “Jangan mimpi kamu Dol.” kata sebuah suara membuyarkan lamunanku. “Kamu itu Cuma odol. Mana mungkin si Arini bisa membalas cintamu.”

        “Duh, kamu ini gangguin lamunanku aja.” kataku marah pada si Gelas.

        “Gini yah, Odol,   kamu itu cuma sebuah pasta gigi biasa. Bagi Arini, kamu itu Cuma sebuah benda mati. Benda yang tidak bergerak dan tidak mampu melakukan apa-apa. Berbicara tidak bisa, bergerak tidak bisa, apalagi bercinta. Sudah, lupakan saja mimpi di siang bolongmu itu.”

        “Aku memang tidak bisa bergerak, tapi aku bisa bercinta. Aku memiliki perasaan dan aku jatuh cinta padanya. Itu fakta! Lagipula aku bisa berbicara. Buktinya aku kini sedang berbicara padamu. Arini saja yang belum mampu mendengarkan suaraku.”

        “Kamu itu ya. Kalau dibilangin malah ngeyel. Si Arini itu tidak bisa dan tidak akan pernah bisa mendengarkan suaramu. Manusia tidak akan mampu mendengarkan suara kita yang begitu kecil dan halus.”

        “Tidak. Kau bohong! Aku yakin kelak Arini akan bisa mendengarkanku!”

        Gelas hanya diam. Dia malas melanjutkan pembicaraan ini.

        Malamnya kembali Arini masuk ke kamar mandi dan bersiap-siap untuk melakukan ritualnya sebelum tidur. Aku bahagia karena tahu saat-saat intimku dengannya akan kembali terjadi. Dia mengambilku dari dalam gelas dan mengamatiku.

        “Ma! Mama! Ini odolnya sudah habis! Bagaimana nih?”

        “Buang saja, lalu tolong bawa kantong sampah dari kamar mandi keluar. Sekalian Mama mau buang sampah!” seru Mamanya dari luar.

        Apa? Membuangku? Jangan! Arini, aku cinta padamu! Dengarkanlah aku!

        Arini tidak mengacuhkanku dan dengan satu gerakan, tubuhku telah meluncur ke dalam kantong sampah.

  2. 0 comments :

    Post a Comment