My rating: 2 of 5 stars
From Goodreads:
Takdir menggiring Deus untuk bertemu dengan Ratu Seraph. Namun, cinta yang tumbuh antara seorang pengawal dan Ratunya itu adalah cinta terlarang. Demi membuktikan kesungguhan cintanya dan kepantasan dirinya untuk bersanding dengan sang Ratu, Deus menyanggupi tantangan untuk membantai sembilan naga legenda. Para naga terakhir, penguasa Vandaria.
Berbekal cinta dan senjata pusaka, Deus siap menantang takdirnya sendiri.
Dia adalah...
Sang Penantang Takdir.
Review
Inilah perkenalan pertama saya dengan Vandaria. Sebelumnya saya pernah dapat kartunya dari majalah Zigma, salah satu "bayaran" saya waktu jadi instruktur igo di acara Festival Jepang di Unair, jadi setidaknya tahulah kalau Vandaria itu ada. Tapi inilah, untuk pertama kalinya, saya menyelam masuk ke dalam dunia Vandaria.
Lalu apakah saya melihat keindahan dunia Vandaria lewat novel ini? Ya, bisa kubilang Vandaria adalah dunia fantasi yang menarik. Konsepnya cukup jelas dan digarap dengan serius. Dua jempol untuk itu. Sayangnya buku ini tidak semenarik Vandarianya itu sendiri.
Jujur saya merasa kurang cocok dengan bahasa yang dipakai pengarang. Saya kurang sreg dengan banyaknya Majas Perbandingan yang pengarang pakai. Majasnya bisa ditemukan di mana-mana, seperti daun yang berserakan di tanah pada musim gugur. You see? Jadinya suatu hal yang bisa disampaikan dengan jumlah kata lebih sedikit, malah jadi panjang dan bertele-tele. Okelah kalau sesekali dipakai, tapi kalau terus-terusan malah mengganggu pace membaca.
Hal kedua yang bikin kurang sreg adalah justifikasi untuk suatu adegan. Beberapa kali ada adegan yang kesannya dipaksakan, sehingga suatu adegan lain bisa terpicu. Contohnya sewaktu Deus mengawal Ratu Seraph mengunjungi dua Raja Surgawi pada awal cerita. Saya jujur kurang ngeh tujuannya mereka ke sana untuk apa. Kenapa Ratu Seraph gak ngundang keempat Raja itu ke istananya saja sih? Selain itu pembicaraan sang ratu dan kedua raja yang dia kunjungi juga tidak diperlihatkan, sehingga saya merasa penulis sebenarnya membuat adegan kunjungan itu untuk menunjukkan hal yang lain.
Satu lagi adegan serupa ada ketika Deus menyentuh bayangan di danau pada halaman 279. Kenapa Flavius gak memperingatkan dari awal sih kalau bayangan itu gak boleh disentuh? Curiga pingsannya si Deus itu menjadi justifikasi untuk adegan Azulmagia mendengar nyanyian kunang-kunang. Kalau toh memang si Deus itu mau dibuat pingsan supaya adegan lagu kunang-kunang itu bisa jalan, kenapa tidak membuat Flavius dengan sengaja membuat Deus menyentuh bayangan itu? Misalkan dengan menyentuh bayangan itu Deus jadi bisa mempelajari sesuatu atau bisa lebih mengendalikan kekuatan para naga. Secara Flavius itu kayaknya penyihir sakti mandraguna. Bisa aja dia melakukan hal-hal aneh demi kebaikan tokoh utama, kan?
Hal ketiga yang bikin saya kurang sreg sama novel ini adalah pertarungan yang diskip. Itu kenapa pertarungan dengan tiga naga awal dilewatin?
Deus: Atas nama Yang Mulia Ratu Seraph, aku akan membunuhmu di sini, naga legenda. Azul, Borr, saatnya kita beraksi.
Bab berakhir, lalu bab baru dibuka dengan...
Perjalanan Deus berjalan jauh lebih lancar daripada yang bisa diduga oleh Penasihat Tinggi Exar. Di saat dia menganggap Deus akan langsung tewas ketika melawan naga pertama, Deus justru bertahan melewati tiga ekor naga.
Apaaa??? Tiga naga sudah kalah??? Why? Dipotong karena a) pengarang malas b) pengarang bingung pertarungannya mau dibagaimanakan c) keputusan bersama demi mengurangi jumlah halaman biar harga bukunya tidak terlalu mahal dan bikin keder calon pembeli d) semua jawaban salah
Kalau gak salah bukan hanya tiga naga. Sewaktu melawan Viktish juga pertarungannya diskip. Hmm... Kenapa gak ditulis di sequel aja? Jadi si Deus ini pelan-pelan mempelajari kenyataan seiring dengan jumlah naga yang dia kalahkan. Jadi pertarungan dengan para naga gak perlu diskip. Toh, Sang Penantang Takdir ini kayaknya emang direncakan sebagai sebuah seri logi.
Keempat, saya merasa gambaran Ratu Seraph yang diberikan kurang cocok untuk imej seorang ratu. Melihat cewek berambut panjang dengan armor (seperti di kover), saya malah teringat pada Erza dari Fairy Tail dan Chris Lightfellow dari Suikoden III. Tipe cewek kesatria dan bukan seorang ratu yang digambarkan anggun.
Kelima, ini hal minor sih, saya merasa perasaan si Deus ketika menerima namanya pada awal cerita (hal. 23) agak aneh. IMHO, saya pribadi sih kalau baru selamat dari pembantaian sedesa dan menerima nama baru, tubuh saya tidak akan "bergetar oleh rasa bangga". Toh nama di sini hanya sekedar nama. Gak seperti di A Wizard of Earthsea.
Ah, dari tadi ngomongin kekurangan mulu. Yang bagus dari novel ini? Jelas ilustrasinya. Saya rasa ilustrasi-ilustrasi yang ada digarap dengan apik. Saya juga suka dengan pergeseran fokus yang Deus alami. Dari yang semula hanya ingin menyelesaikan tugas dari Ratu Seraph, menjadi seorang Penantang Takdir.
Dua bintang untuk novel ini. Thanks buat Kastil Fantasi yang udah ngirimin buku ini buat saya. Walau bukunya "cedera" ketika dikirim :'(
Buku ini untuk reading challenge:
- 2013 Fantasy Reading Chalenge
- 2013 TBR Pile Reading Challenge
View all my reviews
0 comments :
Post a Comment