My rating: 5 of 5 stars
Judul: The Setting Sun (斜陽--Shayō)
Penulis: Osamu Dazai
Penerjemah: Donald Keene
Penerbit: Tuttle Publishing, Berkeley Books
Tebal: 175 halaman
Terbit: 1981
Berlatarkan Jepang setelah Perang Dunia II, "The Setting Sun" bercerita tentang Kazuko, anak perempuan tertua dari sebuah keluarga aristokrat yang kehilangan hartanya akibat perang. Kazuko dan ibunya pindah ke daerah pinggiran setelah perang selesai dan mulai menjalani kehidupan dengan bekerja di ladang dan memperoleh makanan lewat pembagian jatah.
Setelah Naoji, adik laki-lakinya, kembali dari tugas ketentaraannya di Pasifik Selatan, Kazuko mulai menghadapi tantangan-tantangan yang lebih berat daripada yang pernah dia alami sebelumnya dengan kesehatan sang ibu yang semakin memburuk dan kecanduan Naoji pada opium yang semakin parah.
Dalam perjuangannya menjaga kedua anggota keluarganya, Kazuko juga berjuang menghadapi perasaan cintanya pada seorang pria yang telah memiliki istri dan anak. Pada akhirnya, sanggupkah Kazuko menghadapi semua perkara yang terjadi di dalam dan di luar dirinya?
Review
Ya, buku pertama di tahun yang baru! Sama seperti tahun 2012, kali ini buku pertamanya juga mendapat 5 bintang (for your information, buku pertama yang saya baca tahun lalu itu Kuli Kontrak).
Sudah lama pengen baca buku ini, tapi selalu mentok sama harganya yang relatif mahal. Untungnya buku ini termasuk salah satu buku setengah harga pas acara diskon akhir tahun Periplus. Fiuh, terbeli juga deh :D
Awal buku ini sebenarnya bergerak dengan lambat. Apa yang diceritakan merupakan gabungan dari flash back dan kegiatan sehari-hari yang sifatnya remeh. Baru ketika masuk ke bagian akhir cerita (setelah ibu Kazuko meninggal), banyak hal menarik terjadi, seperti kisah cinta Kazuko pada pria yang saya sebutkan di atas, juga mengenai pemaparan pada 2 bab terakhir.
Tokoh Kazuko, bisa kukatakan, adalah tokoh yang paling optimis dalam cerita ini (dibandingkan tokoh-tokoh lain di sekelilingnya). Kazuko, pada dasarnya, sama dengan kebanyakan orang Jepang pasca kekalahan mereka di PD II. Pesimis dan mulai mempertanyakan nilai-nilai lama. Seperti yang dia pikirkan pada halaman 114,
Revolution and love are in fact the best, most pleasurable things in the world, and we realize it is precisely because they are so good that the older and wiser heads have spitefully fobbed off on us their sour grapes of a lie. This I want to believe implicitly: Man was born for love and revolution.
Hanya saja, bukannya menjadi pasrah dan kalah pada keadaan, dia tetap optimis dan memperjuangkan apa yang dia inginkan. Dalam kasus ini, cintanya pada pria idamannya, Mr. Uehara, yang pada awal cerita dia sebut sebagai "My Chekhov" (M.C.).
Walau pada akhirnya dia kecewa pada sikap Mr. Uehara yang memilih jalan pasrah dan mabuk-mabukan, Kazuko tetap berjalan teguh dengan niat untuk membesarkan anaknya (hasil "one night stand"-nya dengan Uehara).
Sebenarnya secara pribadi, awalnya saya mau kasih novel ini "hanya" 4 bintang. Hanya saja bagian penutup novel ini sangat membekas bagi saya. Setengah bintang tambahan saya berikan pada Kazuko ketika dia menyebut dirinya sebagai seorang korban dan bagaimana korban itu diperlukan untuk menyelesaikan sebuah revolusi (secara fisik maupun moral). Secara gamblang Kazuko bahkan menyebut, "In the present world, the most beautiful thing is a victim" (hal. 174). Setengah bintang lagi saya berikan pada satu baris terakhir di novel ini, baris penutup surat Kazuko pada Mr. Uehara, ketika dia menyebut Mr. Uehara sebagai M.C.--My Comedian (harus baca sendiri baru bisa ngerti kenapa saya suka dengan baris terakhir ini).
Buku ini saya sertakan dalam
- Serapium Reading Challenge 2013
- 2013 TBR Pile Reading Challenge
- 2013 Books in English Reading Challenge
View all my reviews
0 comments :
Post a Comment